Sunday, July 17, 2016

6 Juli - Menuju Hamparan Lavender - Provence - Perancis

Sejak semalam, hingga pagi ini kami hanya tidur di pesawat yang lama perjalanannya 4 jam, untuk mendarat di Wina, Austria. Sampai di Wina, ternyata penerbangan kami dipindah tanpa pemberitahuan. Rencana kami sampai di Nice (baca : Nis), seharusnya jam 09:00, jadi tertunda menjadi jam 14:00
Mendarat di bandara Nice, di tempat parkir banyak sekali terlihat pesawat pribadi yg sedang parkir di sana. Memang Nice sangat disukai oleh orang orang kaya di Perancis maupun negara lainnya untuk berlibur musim panas. Selain itu, Nice juga bersebelahan dengan negara Monaco yang makmur.
Setelah proses administrasi sewa mobil selesai, kami langsung menuju ke Provence. Kami mendapat sebuah mobil Renault Clio baru. Bermesin diesel, dan dengan jarak tempuh yang masih 500km, mobil ini sangat prima. Rata-rata pemakaian solarnya hanya 1liter untuk 20km. Kami menyewa dari Europcar, karena hanya Europcar yang mempunyai drop off di Lourdes. Tarif sewanya pun terbilang amat murah, 267Euro. Tetapi harga EUR267 itu seharusnya hanya untuk warga Amerika. Selain Amerika, tarif sekitar EUR400. Tapi karena perbedaannya yang hampir 2 kali lipat, aku mencoba menyewa sebagai warga Amerika. Walapun saat proses administrasi mereka mengetahui aku warga Indonesia, mereka tampaknya tidak ambil pusing dengan tarif sewa murah yang kami dapatkan, yang semestinya khusus untuk warga Amerika.
Tujuan kami adalah menuju Provence, ladang penghasil bunga lavender terbesar di dunia. Tepatnya di pinggiran kota Valensole. Jam 20:00 kami sampai di Valensole, mencari penginapan kami yang bernama Campagne de la Forge. Tetapi setelah kami cari, tidak ketemu. Akhirnya aku coba telpon pemiliknya, dan ternyata pemiliknya tidak bisa berbahasa Inggris, hanya bahasa Perancis. Tapi tampaknya si pemilik mengerti apa yang aku ucapkan, bahwa aku berada di depan toko yang bernama Lavande Angelvin. Tidak berapa lama ada sebuah mobil menghampiri. Karena toko itu tutup, dan orang tersebut menghampiri, aku coba sapa, dengan meyebut nama penginapannya. Dan memang benar dia adalah pemiliknya. Aku diantarkan menuju ke penginapannya.
Penginapannya berupa sebuah rumah milik petani ladang lavender dan berada di samping sebuah ladang lavender. Tepat di tengah tengah ribuan hektar ladang lavender. Berada di dalam rumah kecil yang sama sekali tidak mewah itu, tercium bau harum lavender di kejauhan.

Menginap di rumah petani lavender






5 Juli - Mengembalikan campervan dan ke airport

Setelah makan pagi, aku secepatnya ngebut ke arah Reykjavik, lalu ke kantor Touring Cars (persewaan campervan) di Keflavik yang berada 40km dari Reykjavik. Biasanya hari terakhir ini adalah hari yang paling melelahkan, karena aku mesti membersihkan bagian dalam campervan, mengisi solar, mengosongkan penyimpanan air kotor dan kaset pembuangan WC.
Yang membuat jadwal mundur di luar perkiraanku, adalah mengosongkan kaset pembuangan WC ini. Di Eropa dan Scandinavia, seharusnya tempat pembuangan ini mudah sekali ditemukan dan seringkali tanpa mengeluarkan biaya. Hampir setiap stasiun pengisian bahan bakar menyediakan pembuangan kotoran WC ini.

Beberapa tempat pembuangan
kotoran WC, tidak mempunyai
tanda yang mudah terlihat.
Seperti terlihat di foto ini. Pelang
 jatuh dan tertutup rumput
Tetapi rupanya hal ini tidak berlaku di Iceland. Disini aku belum pernah menemukan stasiun pengisi bahan bakar yang menyediakan pembuangan kotoran WC ini. Brosur yang diberikan oleh Touring Cars mengenai lokasi pembuangan ini, hanya menyebutkan nama lokasi, tanpa detail alamat. Untuk mencarinya, waktu yang sudah aku spare 2jam untuk final cleaning ini masih tidak mencukupi. Akhirnya aku memutuskan untuk langsung ke Touring Cars. Yang utama, aku harus mengisi dulu bahan bakar sampai penuh untuk memenuhi persyaratan pengembalian. Karyawan penerimaan mobil memberitahu bahwa kami bisa melakukan pembuangan di tempat yang khusus disediakan di halaman belakang kantor. Sebetulnya kita tidak bisa membuang disana, hanya dalam hal yang mendesak barulah kita boleh membuang disana. Mungkin karena sudah sore, sehingga karyawan sudah buru-buru ingin pulang, daripada menunjukkan tempat yang jauh, lebih baik ke tempat yang dekat ..he he...
Akhirnya setelah selesai memeriksa kondisi campervan, petugas mengantarkan kami ke airport. Sampai di airport Keflavik-Reykjavik, waktu masih menunjukkan jam 19:30, padahal pesawat yang akan membawa kami ke Nice di Perancis, masih jam 00:30, jadi masih banyak waktu yang bisa dihabiskan di airport...

Friday, July 15, 2016

4 Juli - Berburu foto air terjun bersama fotografer kawakan

Bangun pagi hari di tengah padang bunga Lupine, kami tidur tiduran dan bermalas-malasan sambil berfoto foto dan menikmati segelas kopi dan teh hangat ditengah pemandangan yang indah dan udara sejuk cenderung dingin.




Lalu kami melanjutkan ke tujuan berikutnya, dengan mampir ke beberapa tempat yaitu Reinisdrangar dan Reinisfjara. Tempat ini adalah pantai, yang seringkali memakan korban, karena pasang surut yang ekstrim dan ombaknya yang besar



Keunikan pantai ini adalah struktur kolom batu alamnya yang seperti diukir. Sambil menikmati buah berry yang sengaja kami bawa sembari piknik ala Indonesia (he he...), kami berfoto bersama.
Setelah itu kami melanjutkan ke tempat kami bermalam terakhir dengan di campervan. Tujuanku hari ini yaitu air terjun Seljalandsfoss. Seharian ini mendung dan gelap seharian, menjadikan aku kehilangan semangat untuk memotret air terjun ini. Akhirnya aku memutuskan untuk bermalam di sebuah campsite terdekat, karena di lokasi parkir air terjun ini ada rambu dilarang bermalam dan berkemah di lokasi tersebut.
Setelah mendaftar dan mendapatkan spot untuk camping, tiba tiba matahari bersinar terang. Langsung semangat untuk memotret menggebu-gebu. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 22.00. Menurut perhitungan, pencahayaan terbaik akan terlihat sempurna pada jam 24.00. Tetapi karena kuatir pada jam 24.00 matahari tertutup awan, seperti yang tadi siang hingga malam tadi, aku cepat cepat mempersiapkan peralatan perang, semua kamera, lensa dan tripod. Tidak lupa jaket dan celana waterproof yang sengaja aku beli untuk keperluan ini.
Untuk mendapatkan spot seperti saat ini, para fotografer, entar yang amatir maupun profesional, sengaja datang pada malam hari, karena midnight sun berada pada posisi yang pas sekali. Aku harus berjalan terburu-buru untuk mengejar waktu. Dan aku bergegas menaiki tanjakan untuk masuk ke rongga di balik air terjun. Tentu saja di dalamnya cipratan, rintikan dan embun air terjun membasahi semua yang ada di sekitarnya. Belum lagi udara yang dingin, karena air terjun ini berasal dari es yang mencair, sehingga suhunya hanya sedikit di atas 0 derajat Celcius

Beberapa hasil foto pribadi

Sang fotografer

Rekan seperjuangan, mereka berusaha mencari spot terbaik, walaupun pada tanah miring yang licin dan basah

Setelah merasa puas, akupun kembali ke campervan untuk beristirahat. Sambil berjalan, aku masih sempat mengabadikan camping site malam itu, yang terlihat sangat indah di balik sinar matahari malam hari


3 Juli - Fjadrargljufur, tebing cantik yang mematikan

Malam ini kami mengunjungi sebuah tebing lava yang menjorok curam ke jurang. Tempat yang sangat indah dengan background air terjun. Tebing ini menjorok sekitar 5 meter ke arah jurang, dan kita bisa berjalan diatasnya. Jalanannya sangat sempit, sekitar 40-50cm saja, dengan tepi yang licin dan jurang menganga disamping kanan dan kiri.





Foto prewedding sepasang pengantin
dengan background air terjun

 Tebing tebing ini adalah bekas dari lava dari ribuan tahun yang lalu dan terkikis oleh sungai glacier dan membentuk tebing dan jurang seperti saat ini. Akupun sebetulnya ingin sekali memotret Lisa, sehingga sudah mempersiapkan tali dan pengikat badan seperti yang dipakai pekerja konstruksi pada bangunan tinggi. Tapi niatku harus aku batalkan karena saat itu sudah tengah malam, dimana kondisi tubuh sudah menurun dan kesiagaan sudah berkurang bila terjadi sesuatu.

3 Juli - Icelandic yang suka mobil extra besar

Selama perjalanan, kami sering sekali bertemu dengan mobil mobil SUV yang mempunyai roda raksasa. Hampir setiap saat, dari mulai yang sopan, hingga yang raksasa, hingga anak SD bisa melewati kolongnya tanpa perlu menunduk. Bayangkan saja, dengan campervan kami yang posisi duduknya cukup tinggi setara dengan bis mini, untuk melihat pengendaranya, kami masih harus melihat ke atas.
Dengan kendaraan sebesar itu, mereka bebas melibas segala medan offroad, yang secara resminya dilarang oleh peraturan lalu lintas. Tapi nyaris semua medan diluar jalanan aspal, disana ada bekas telapak roda...berdampingan dengan papan larangannya.
Hari ini aku akan menumpang Glacier Jeep. Mobil serupa yang akan mengantarkan kami menjelajah glacier.




Jarak perjalanannya sekitar 30km, tetapi seluruhnya tidak beraspal. Terjadi sedikit kesalahan pada pencatatan daftar peserta. Semestinya aku dan Lisa mengikuti Glacier Jeep, ternyata diberi pakaian untuk motor salju. Saat peserta motor salju akan berangkat, aku bilang ke karyawan yang mengatur pemberangkatan bahwa kami ikut Glacier Jeep. Kami tidak tahu bahwa Glacier Jeep tidak perlu memakai pakaian khusus. Karena Glacier Jeep sudah berangkat beberapa menit yang lalu, jadinya kami diboncengkan dengan motor salju. Jadi dengan bayar 1 paket, dapat 2 paket, yaitu motor salju dan Glacier Jeep.
Glacier Jeep yang kami kendarai


Ukuran telapak ban raksasa



30 Juni - Nenek pelari Ultra Marathon yang 'ajaib', ada perjumpaan - ada perpisahan

Hari pertama kami menginap di Unnuisarvik Issikivik, kami diperkenalkan dengan seorang nenek yang berumur sekitar 60 tahun Alicia. Kesan pertama kali melihat nenek ini adalah seorang "nenek kurus kering yang dekil dan bau". Maklum karena nenek ini tampak berkeringat dengan memakai jaketnya yang lusuh.
Alicia ini berasal dari Polandia, dan tinggal di New York. Kamipun mulai mengobrol ringan. Tepatnya, menjadi pendengar setiap. ya... Alicia ini kalau berbicara seakan tak ada henti hentinya.
Dia bercerita bahwa dia baru kemarin selesai melakukan perjalanan darat dari Kangerlussuaq ke Sisimiut sejauh 160km. Aku memikirkan, apakah mungkin orang setua ini sanggup berjalan sejauh itu. Belum sempat mendapat jawabannya, dia mengatakan bahwa dia bukan berjalan (hiking), tetapi berlari ultra marathon. Wuih... orang ini pasti gila.
Umur setua itu kok ya masih sanggup ya ? Tetapi setelah dia menceritakan detail-detail lari maratonnya, aku mulai percaya. Alicia menyelesaikan marathonnya dalam waktu 2 hari 2 malam. Dengan tidur hanya 2 jam, dan beristirahat saat makan dan mempersiapkan makanannya. Total beban yang dia bawa di ranselnya sekitar 20kg.
Nenek pelari Ultra Marathon

Alicia sangat ingin tahu dengan apa yang akan kami lakukan di Greenland. Setiap hari dia menanyakan mau kemana kami hari ini, dan mau kemana kami besok. Suatu waktu, Alicia pergi pagi pagi untuk bertemu dengan kenalannya di pusat kota, lalu agak siang sudah pulang kembali ke rumah. Dia heran, ini orang Indonesia kok malas banget ya.. Sudah siang begini kok nggak kemana mana, masih di kamar apartemen. Dia bilang, kalau mau santai..ya mending gak usah travelling. Lebih baik duduk manis di rumah sambil nonton TV. Dipikir-pikir, betul juga apa yang dikatakan Alicia. Akhirnya kami berjalan hiking  di pinggiran kota Ilulissat. Di perjalanan di tengah hiking trail, kami lagi lagi bertemu Alicia, yang tidak menyangka bahwa kami cukup mempunyai tekad untuk keluar rumah... huh...
Pada suatu malam, aku dan Lisa rencana mau berlayar ke muara dimana gunung es mengalir dari daratan ke laut. Karena waktunya sudah mepet aku baru bangun. Maklum karena seharian baru hiking lumayan jauh dan kaki ini masih terasa pegal. Alicia juga rupanya baru terbangun. Diapun juga ikut panik dan ikut merasa bersalah karena tidak mengingatkan atau membangunkan kami. Alicia dengan paniknya meminta tolong Bibi, si pemilik rumah untuk membantu memanggilkan taksi.
Malam terakhir sebelum berpisah, kami merayakan perpisahan dengan makan keripik kentang dan minum bir bersama sambil ngobrol. Pagi pagi sebelum berangkat kami saling berfoto dan bertukar email. Dan anehnya, Alicia ini tidak tahu nama kami berdua dan tidak pernah menanyakannya. Di kemudian hari, saat mengirim email untuk menyapa kami, dia hanya menyapa "Hi both"... tanpa merasa perlu menyebut nama kami.
Karena flight Alicia masih sore, Alicia masih berkesempatan untuk keluar menikmati Ilulissat di hari terakhir. Sedangkan kami harus mulai berkemas. Sebelum Alicia keluar dari rumah, aku dan Lisa sempat dipeluknya dan menanyakan apakah kami mempunyai rencana mengunjunginya ke New York. Tetapi kami tidak mnjawabnya, karena aku belum tahu apakah cukup berminat dengan negara tersebut.
Setelah berpamitan, Alicia pergi meninggalkan kami. Aku dan Lisa dari jendela mengamati punggungnya sampai di kejauhan hilang dari pandangan. Sampai jumpa lagi Alicia...
Nenek Alicia di kejauhan



1 Juli - Iceland, negeri dengan awan yang indah

Mulailah hari ini kami berpetualang di Iceland dengan campervan. Perjalanan telah aku rancang sedemikian agar pada hari pertama kami bisa mencapai ujung destinasi tujuan. Setelah itu hari ke 2 sampai hari ke 5, aku kembali ke Reykjavik dengan tempo yang lambat dan santai. Tujuannya adalah mencegah kehabisan waktu, dengan tidak berlama lama berfoto ria sepanjang perjalanan pergi, yang akan berakibat gagalnya mencapai destinasi yang sudah direncanakan.
Tapi ternyata rencana ini juga tidak berjalan dengan lancar. Pada akhirnya, kami tidak misa di gereja yang direncanakan. Hari pertama pun, kami sudah mengalami keterlambatan jadwal. Tetapi memang alam Iceland betul betul indah. Walaupun tidak ada hutan, tetapi banyak kombinasi keindahan yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Kombinasi air terjun, es dan batuan lava serta susunan awan yang dramatis, betul betul susah untuk di lewatkan begitu saja. Pemandangan ke arah depan, maupun ke arah belakang, seringkali sama indahnya. Jadinya kami tetap saja sering berhenti, tidak seperti yang direncanakan

Tipikal pemandangan dengan awan yang dramatis, pada tengah malam dan subuh

Pada hari pertama, kami bermalam di kaki gunung Vatnajokull. Glacier Vatnajokull adalah yang terluas di Iceland

Lidah Glacier di lihat dari arah Skaftafell pada tengah malam.
Malam ini kami menginap di pinggir jalan menghadap ke arah lidah glacier Vatnajokull. Foto ini diambil pagi saat kami mau berangkat melanjutkan perjalanan



Sepanjang perjalanan, hampir seluruh pinggiran jalan di tumbuhi bunga lupine

Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan. Tujuan berikutnya adalah Jokulsarlon Glacier Lagoon. Es dari glacier, masih dari Vatnajokull juga, mengalir dan bermuara ke Jokulsarlon ini..




Sang fotografer dan latar belakang objectnya



Bersepeda santai bersama Lisa, menyusuri Jokulsarlon



30 Juni - Menuju Iceland, negeri Api dan Es

Pagi ini kami berkemas-kemas menuju Iceland. Pesawat kami akan berangkat pada pukul 12:15 menuju Reykjavik.
Reykjavik mempunyai 2 terminal, yaitu domestik dan internasional. Greenland dimasukkan kedalam terminal domestik. Memang agak aneh, padahal visa untuk Greenland harus ditegaskan dengan adanya stempel "valid for Greenland", tetapi penerbangannya dianggap sebagai penerbangan domestik. Dari saat keluar dan masuk Greenland, tidak ada petugas imigrasi yang memeriksa passport kami. Malah yang mengecek visa pada passport kami, adalah petugas checkin dari Airgreenland (saat terbang dari Denmark) dan petugas checkin AirIceland (saat terbang dari Greenland ke Iceland).
Menyempatkan berfoto sebentar di Hallgrímskirkja,
gereja yang menjadi landmark utama kota Raykjavik

Sesampai di airport domestik Reykjavik, aku mulai bingung dengan transportasi untuk menuju tempat penginapan kami malam ini. Penginapan kami malam ini adalah sebuah bed and breakfast yang terletak di Keflavik, airport internasional. Tadinya aku rencananya naik bis yang langsung ke sana, tetapi setelah aku keluar airport, ternyata jarak antara airport dan terminal bis yang di GPS terlihat dekat, pada kenyataannya cukup jauh karena harus berjalan memutar pagar airport. Apalagi udara diluar terasa dingin dan hujan rintik rintik. Akhirnya kami pun memilih taxi.
Akhirnya kami sampai di penginapan kami. Ongkos taxinya lumayan mengerikan, yaitu ISK25.000 = Rp2.500.000. Pengemudi taxi adalah orang hitam, dan mungkin karena ongkosnya yang begitu mahal , dia berbaik hati mengantarkan aku mencari makanan karena mengetahui aku belum makan malam itu. Dia bersedia mengantarkan aku mencari makanan di sekitar penginapan dekat aku menginap tanpa dikenakan tambahan biaya.
Hotel kami cukup unik. Dimana tidak ada front office maupun penjaga sama sekali. Saat booking sudah dibayar lunas, kita diberikan pin untuk membuka pintu utama, dan nomor kamar kami. Kunci kamar sudah tersedia dimeja depan, dan sarapan pagi sudah disiapkan di kulkas. Saat check out, kunci dikembalikan kembali ke meja di depan. Betul betul efisien dan minimal karyawannya

Suasana yang sangat sepi. Tampak depan penginapan kami


Front Office yang jarang ada penunggunya

Mau coklat, ambil aja langsung. Jangan lupa berikan 150ISK ditempat koin disampingnya

 Halaman belakang tempat bersantai dan bersosialisasi tamu tamu penginapan

Keunikan airport di Greenland

Biasanya kalau kita ke airport, apalagi airport internasional, biasamya kita akan disuguhi desain interior maupun eksterior yang bagus dan megah. Tetapi hal ini akan berbeda dengan kondisi di Greenland. Airport di Greenland cukup unik. Karena arus terbang dan mendaratnya pesawat sangat sedikit, airportnya pun ukurannya minimal. Dengan jumlah seluruh penduduk yang hanya 56.000 jiwa, dan tanpa adanya transportasi darat, memang airport Greenland mempunyai arus penumpang yang cukup sedikit



Kangerlussuaq
Airport disini merupakan airport internasional yang menghubungkan Greenland dengan dunia luar. Hanya ada 3 negara yang mempunyai penerbangan ke Greenland : Iceland, Denmark dan Kanada. Disinilah airport yang paling sibuk dan paling tinggi arus penumpangnya di Greenland. Hampir semua airport di semua kota, transit ke Kangerlussuaq. Kangerlussuaq ini bukanlah sebuah kota ataupun desa dalam arti sesungguhnya.

Ruang Tunggu
Beginilah panampakan interior airport ini

Duty Free
Loket check in
Locker dan kantin

 Pimtu kedatangan, keberangkatan, ruang tunggu dan loket check in ini semua berada pada ruangan yang sama, dan hanya berbeda pintu keluar masuknya saja.

Semua fasilitas di "kota" ini diadakan semata-mata untuk kebutuhan penumpang transit, dan hampir tidak ada penumpang yang bertujuan khusus kesini, kecuali karyawan bandara dan penunjang aktifitas bandara.


Airport Kangerlussuaq, airport in the middle of nowhere.

Disini hanya ada 2 hotel, sebuah supermarket, sebuah sekolah, sebuah rumah makan, sebuah agen perjalanan, beberapa kantor dan mess karyawan.
Halte bis yang berwarna pastel

Eksterior airport kangerlussuaq

Supermarket yang berukuran terlalu besar untuk kota transit yang berpenghuni hanya 500 orang
Ilulissat
Airport di Ilulissat pada puncak liburan musim panas, dalam 1 hari hanya mempunyai total keberangkatan dan kedatangan tidak lebih dari 10 penerbangan. Jangan membayangkan dengan pesawat di Surabaya , atau Jakarta. Pesawat disini kelasnya adalah pesawat perintis dengan jumlah penumpang hanya sekitar 50 penumpang dengan baling baling ganda. Ada hal menarik saat berbincang bincang dengan salah seorang penjaga toko suvenir di airport.
Ternyata penjaga toko ini adalah karyawan yang bekerja paruh waktu, karena jadwal buka toko disini tergantung jadwal kedatangan/keberangkatan pesawat di/dari Ilulissat. Karyawan tersebut mempunyai 2 pekerjaan sampingan lainnya karena tingginya biaya hidup di Greenland. Dan sang karyawan tersebut adalah orang Filipina. Benar benar memerlukan tekad seseorang yang sangat kuat untuk mau mencari pekerjaan sampai keujung dunia. Tidak terbayangkan kondisi alam yang sangat berat saat memasuki musim dingin

Berfoto di depan airport


Penjual suvenir dan makanan ringan

Kursi ruang tunggu yang terbuat dari kulit dan bulu reindeer

Perjalanan dari airport menuju ke pusat kota, kami menggunakan taxi. Tetapi memanggil taxi bukanlah hal yang mudah, karena semua taxi, harus dipesan terlebih dahulu. Aku menghubungi pemilik rumah tempat aku akan tinggal selama beberapa hari. Untungnya Bibi, pemilik rumah, berbaik hati menelponkan taxi untuk menjemput.